Wednesday, November 9, 2022

2. Deg

Ibarat sebuah cerita, fase rising action dalam kepengurusan HIMA mulai muncul ke permukaan. 
Setelah aku dan NA membuat rancangan program kerja dan calon kepengurusan dengan cukup baik (sebetulnya), peristiwa yang kuprediksi terjadi.

Ada ketidaksepahaman antara aku dan dia tepat pada program kerja pertama; LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan).

Sebenarnya ketidaksepahaman adalah hal yang wajar. Tapi, cara NA menanggapinya, bagiku, adalah jalan pintas.

Saat itu, kami berdua berada di ruang HIMA untuk membicarakan tentang bagaimana format LDK akan dilaksanakan. Ada juga satu sekretaris (JFA) bersama kami.

Sebelumnya, kami sudah bersepakat bahwa ketua pelaksana LDK dijabat oleh NA. 

Dalam musyawarah itu, dia mengusung konsep yang baru, yaitu: baik pengurus dan pendaftar baru (calon pengurus) harus menjalani LDK. 
Di 3 tahun kepengurusan sebelumnya, LDK hanya dilakukan kepada calon pengurus dan mereka yang baru setahun menjadi pengurus.

Ketika ditanya alasan, menurutnya mereka yang sudah 2 tahun menjadi pengurus pun tidak memenuhi standar.

Implikasinya, panitia hanya aku, dia, dan beberapa demisioner yang dia pilih.

Mendengar penjelasannya, aku tidak setuju. Alasannya, aku takut mereka menganggap kami sudah menyamakan pengurus yang sudah dua tahun di HIMA tersebut dengan pendaftar baru. Artinya, mereka akan menganggap kami sangat superior dan merasa tidak setara. Padahal, menurutku yang perlu dilakukan adalah rasa kesamaan kedudukan sebagai panitia karena ke depan kami akan sangat membutuhkan kerja sama mereka.

Kedua, standar apa yang dijadikan patokan. Di kepengurusan sebelumnya tidak pernah ada penilaian apakah seorang pengurus sudah memenuhi standar.  Aku bahkan berpikir mungkin saja aku juga tidak sesuai standar untuk menjadi ketua hima. 

Maka, aku mangajukan bahwa orang yang sudah 2 tahun di hima jadi panitia dan yang baru setahun di hima ikut bersama mereka (calon pengurus) mengikuti LDK. Persis seperti tahun-tahun sebelumnya.

Dia menyanggah. Menurutnya, jika pengurus yang sudah 2 tahun menjadi panitia, maka dia pun harus mengikuti LDK karena baru masuk kepengurusan setahun.

Aku menjawabnya dengan mengatakan bahwa posisinya exceptional karena dia adalah wakil ketua hima. 

Kami masih berdebat tentang format itu sampai dia mengucapkan satu kalimat yang membuatku terdiam. 

Dia mengatakan (jika dalam bahasa Indonesia), "Yaudah sih yo, suka-suka aku, yang jadi ketua juga aku, kamu jangan selalu menang terus".

Degg... Dia membawa posisi.

Dari situ, aku pun menjawab bahwa musyawarah atau debat itu untuk mencari ide mana yang paling efektif dan bagus. Dan ruang hima adalah tempat pertarungan ide itu dilakukan. Jadi, perdebatan itu bukan untuk mencari siapa yang menang dan siapa yang kalah. Tapi, mencari ide mana yang lebih baik dan efektif untuk dieksekusi. 

Akhirnya aku rasa tidak ada gunanya untuk berdebat saat itu, maka aku membiarkan dia dengan idenya, sepenuhnya. 

Keputusan yang dia buat, dia mengambil 2 orang yang sudah 2 kali melakukan LDK sebagai panitia (AF dan SESG). Dan selebihnya adalah demisioner tahun lalu.

Sebetulnya, jika dipikir ulang, keputusan yang dia ambil pun tidak membatalkan bahwa dia di posisi yang exeptional.

Apakah dengan kejadian debat itu membuatku melepasnya begitu saja?
Benar, kalau aku adalah seorang bos dan keji!

Dalam prosesnya, aku melihat bagaimana dia bekerja. Progresnya cukup alot karena dia memilih berjalan sendiri. Kulihat, dia juga lebih sibuk dengan organisasi fotografinya. 

Aku tak henti-hentinya menyarankan dia untuk meminta bantuan sekretaris. Aku sendiri menawarkan bantuan, memberinya saran, dan membantunya menghubungi beberapa pihak eksternal yang akan terlibat dalam acara.

*** 

Satu hari, ketika LDK sedang berlangsung di ruang 11026, aku, NA, AF, dan salah satu alumni (yang bersedia menjadi pembawa acara) duduk di luar ruangan. Kami membahas rundown.

Dari situ, nanti aku akan tahu apa yang dirasakan AF.

Jauh setelah LDK, AF bercerita. Heran mendengarku menjawab pertanyaan alumni, RP, di luar ruangan ketika LDK tersebut.

Menurutnya, dari kacamatanya melihatku dan NA, bisa saja aku menjatuhkan NA di depan salah satu alumni tersebut.  

Aku lebih suka menjawabnya dengan "Oh iya, kami memang punya pertimbangan lain" ketika ditanya "Kenapa orang yang sudah 2 tahun di HIMA jadi peserta?".

No comments:

Post a Comment