Karena aku tidak mempunyai fasilitas atau privilege, jika bisa dibilang begitu, untuk secara leluasa bertemu, sekedar melakukan dialog, atau membagi kisah dengan "alumni"; seperti misalnya berkumpul di dalam sebuah kafe sederhana di Bandung dengan minuman kopi atau cokelat panas dan satu sama lain saling setuju dengan apa yang sedang diperbincangkan, maka aku berpikir sepertinya perlu untuk menuliskan pendapatku tentang HIMA dalam bentuk tulisan di blog.
Aku tidak berharap semua alumni membaca tulisan ini sebagai tujuan utamaku. Aku memiliki yang lain, beberapa diantaranya:
1. Agar tidak ada monopoli narasi, jika ada, terhadap satu peristiwa. Jika tidak ada, anggap saja aku sedang memaparkan peristiwa dari sudut pandangku.
2. Aku rasa perlu juga untuk menyampaikan kepada kepengurusan selanjutnya, agar memiliki gambaran, mengenai kenapa suatu produk hukum, berupa peraturan dan adart, diciptakan sedemikian rupa, mengingat di kepengurusan 2018/2019 baru dicetuskan kembali ad/art.
3. Jika pun tujuan di atas tidak tercapai, aku ingin ini menjadi sebuah dokumentasi pribadi tentang secuil kejadian yang sudah aku lewati selama kurun waktu belakangan ini; ketika usia belum genap seperempat abad dan masih mengenyam pendidikan tinggi.
Dalam penulisannya, aku akan menyamarkan nama-nama yang terlibat. Juga, sebisa mungkin aku akan menyediakan bukti pendukung peristiwa atau argumenku.
Aku tidak bermaksud untuk membuat kegaduhan.
Tentang kenapa aku baru menuliskannya sekarang, 2+ tahun setelah lulus, aku merasa aku lebih stabil dengan emosiku. Aku sudah tidak overwhelmed, meskipun terkadang masih bergetar hanya karena melihat status atau akun HIMA di instagram. Tapi, overall, im good. So let's do it.
No comments:
Post a Comment