Halo orang-orang 2070. Kamu sebutannya apa? Maksudnya, generasi apa? Pasti ada dong sebutan semisal millennial, gen z, dan boomer. Kalau aku antara millennial atau gen z. Seperti bimbang, tapi memang ada ikhtilat para alim tentang akhir generasi millenial dan mula-mula gen z. Jadi, jangan salahkan aku.
Sebenarnya, aku sendiri ngga terlalu peduli karena millenial dan gen z hanya sebatas jargon bisnis, menurutku. You know, like, when the business put the word "millennial" or "gen z", it sort of association of young, energic, cool. Though, sometime the associations are negative, but it works for business.
Eh, di tahun 2070 di Indonesia masih pakai bahasa Indonesia atau sudah Inggris semua? Soalnya, di tahun 2020 aku baru saja lulus kuliah dari sastra inggris. Dan saat ini, bahasa Indonesia masih menjadi bahasa persatuan orang-orang Indo sih. Paling hanya beberapa, dan mayoritas orang kota yang berekonomi menengah atas dan mengenyam pendidikan international school yang memakai bahasa Inggris dengan lancar.
Jangan salah, ada, ada kok yang bukan orang kota berekonomi menengah atas yang juga lancar pakai bahasa inggris, hanya lebih jarang.
"How does it feel to graduate in the midst of pandemic?" you might ask.
Tentunya, sesuatu yang baru itu penuh kontroversi, kegundahan, dan have no clue. Contohnya wisuda.
Tidak ada wisuda menggunakan zoom di tahun-tahun sebelumnya. Bahkan zoom, aplikasi video conference, populer karena pandemi. Tapi itu realita yang harus kami hadapi. Aku sendiri sebetulnya ngga masalah dilakukan secara online karena keamanan dan kesehatan paling penting. Asal, konsekuensinya, biaya wisuda dipotong. Ya simply karena wisuda online ngga butuh biaya banyak. Tapi, namanya juga hal baru, banyak universitas yang masih mematok harga laiknya bukan pandemi.
Banyak mahasiswa/i protes lewat sosmed. Ada yang berhasil, ada yang setengah berhasil, dan ada gagal. Di universitasku yang ke dua; setengah berhasil. Ini karena pihak universitas mengembalikan biaya hanya sedikit, tidak sampai setengahnya. Tapi, daripada tidak sama sekali, setengah sudah bagus.
Sebetulnya, efek pandemi itu ngga hanya terasa saat wisuda saja, bahkan di proses awal skripsi pun sudah terdampak. Kami skripsi di rumah masing-masing. Proses bimbingan melalui zoom. Kalau mau acc, ya pakai tandatangan digital. Aku sendiri merasa kesulitan. Sangat. Apalagi aku dapat pembimbing dari universitas luar. Artinya, proses komunikasi jadi terkendala karena aku belum mengetahui karakter pembimbing seperti apa. Tapi untungnya dia memahami dan sangat bisa diajak kerja sama.
Tbh, aku terseok-seok, tertekan secara mental saat itu. Aku takut aku nggak bisa lulus. Aku takut ketinggalan acc. Bahkan sering, aku akan senang jika ada teman yang memiliki kesulitan serupa dalam proses skripsi. Berarti, aku nggak sendiri dan ada teman yang bisa jadi semacam relief. Untuk mengatasinya, aku saat itu mulai -tobe continue
No comments:
Post a Comment